Doaku Tertabung Enam Tahun

64 komentar
merantau

Riuh ramai akhir tahun masa SMA saat itu tahun 2003, dengan rencana dari teman-teman seangkatan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang telah di idam-idamkan. Puji syukur, dua perguruan tinggi ibu kota -satu negeri dan satu swasta- juga telah mengundangku melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan). 

Dua surat pemberitahuan itu kubawa ke rumah untuk meminta pertimbangan orang tua. Tapi apalah daya, perekonomian keluarga yang tidak mendukung membawaku pada jawaban bahwa mereka tak akan sanggup menguliahkanku.

Selepas SMA

Ah, rasa pesimis bukan untuk kudekap. Aku mencari informasi beasiswa perguruan tinggi yang dapat menunjang pendidikanku. Tapi rata-rata, beasiswa yang ada diberikan pada tahun kedua, semester empat. 

Kembali kubawa kabar itu pada orang tua, bisakah untuk satu tahun pertama saja mereka menunjang perkuliahanku. Jawaban ayah tetap sama, ia angkat tangan dengan proposalku. Sedang ibu hanya diam, aku tahu ia mendukungku, tapi kemiskinan membuatnya membisu.

Teman-teman Masuk Perguruan Tinggi

Kabar teman-teman sekolah yang telah diterima di perguruan tinggi harapan mereka membuatku stress, memikirkan bagaimana dengan nasib ini yang tak bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Hingga salah seorang teman berkunjung ke rumah, ingin memberi kabar bahagia diterimanya ia kuliah di salah satu perguruan tinggi di Bandung, membuat Umi -demikian ibu dipanggil- tak kuasa menahan air mata. 

Aku yang mengurung diri di kamar tak rela juga mendengar beliau menangis di depan temanku yang sedang bahagia.

Bekerja Sebagai Kuli Proyek

Aku harus bangkit dengan sisa-sisa semangat hidup, demi sang ibu yang tak boleh menangis lagi karena memikirkan sang bujangnya. Jadilah ibu kota menjadi pelarianku, mencari kerja serabutan yang bisa kulakukan. Alhamdulillah, pekerjaan pertamaku adalah menjadi helper atau istilah kerennya menjadi kenek pada sebuah proyek bangunan di daerah Daan Mogot, Jakarta Barat.

Ikut Kuliah Kelas Karyawan

Gaji pertama dari menjadi kuli bangunan selama sebulan kujadikan tabungan untuk kuliah, dengan meminta izin dan memohon maaf terlebih dahulu kepada orang tua karena belum bisa memberikan mereka kebahagiaan materi dari hasil jerih payahku. Setelah beberapa waktu, akhirnya kuberanikan diri untuk mendaftar kuliah di salah satu perguruan tinggi di Ciputat dengan mengambil kelas karyawan, sehingga dapat mengambil perkuliahan di akhir pekan.

Berhenti Kuliah

Kuliahku lancar di semester awal, sampai kabar sakitnya ayah di kampung halaman membuatku gusar, di tambah sang adik yang sedang bersekolah di sebuah SMK membutuhkan biaya banyak untuk persiapan PKL (Praktik Kerja Lapangan). Akhirnya kuputuskan berhenti kuliah, dan kukonsentrasikan seluruh gajiku untuk keluarga. Umi tertegun dengan keputusanku, tapi ia tak bisa apa-apa.

Ibu Kota

Kembali Menjadi Kuli Proyek

Semenjak saat itu, aku hanya berkonsentrasi pada kerja dan kerja. Beberapa proyek telah kusambangi mulai dari daerah Kalideres, Serpong Tangerang, sampai proyek apartemen Oakwood Kuningan, Jakarta Selatan. Pekerjaan ini telah mengajarkanku betapa keras kehidupan, tinggal di bedeng-bedeng kumuh berdesakan, sampai memperhitungkan ihwal makan, karena harus menyesuaikan dengan gaji yang harus kukirim ke kampung halaman.

Menjadi kuli proyek ternyata juga tak selalu ber-image kasar, karena di sana kutemukan indahnya bumi pertiwi dalam kemajemukan. Bagaimana tidak, bisa bertemu dengan teman-teman seperantauan dari berbagai pelosok nusantara yang mengundi nasib di Jakarta adalah pengalaman berharga tersendiri. Bahkan beberapa teman saat di proyek sampai saat ini masih menjalin komunikasi.

Tahun demi tahun terus berjalan, dan Jakarta tetap menjadi tempatku menggantungkan harapan. Sampai pada suatu saat ketika kupulang, seorang handai taulan menanyakan perihal tubuhku yang kering kerontang. Ah, iyakah?. Aku yang tak punya cermin besar di Ibu kota, mana sempat memperhatikan tubuh yang ringkih ini.

Jakarta yang panas, dan pekerjaanku yang keras menjadikan tubuh ini semakin tak bisa bertoleransi. Beberapa kali darah keluar dari mulut ketika terik matahari sedang merajai tengah hari. Jadilah beberapa kali gajiku harus kubagi antara keluarga dan dokter yang terpaksa harus kudatangi.

Ibu yang tak tega dengan kondisiku yang tak baik-baik saja, menyarankanku untuk mengakhiri perantauanku di ibu kota. Melihat kondisi badanku yang berimbas pada gaji bulanan yang akhirnya mengalir ke klinik dokter, aku setuju. Namun yang menjadi prioritasku adalah saran seorang ibu lebih dari titah yang harus dilakukan tanpa kompromi, perkataannya ibarat tuah yang amat sangat keramat.

Kembali ke Kampung Halaman

Jadilah 2009 kampung halaman kembali kurasakan seutuhnya, dengan tinggi gagahnya Gunung Gede, hamparan kebun teh Pondok Halimun, dan dinginnya danau Situ Gunung, menjadikan Sukabumi tempatku kembali.

Apa yang harus kulakukan di kampungku yang lama kutinggalkan?. Ah, ternyata ada sebuah madrasah aliyah -setara SMA- yang baru didirikan, coba-coba saja melamar, untuk apapun yang bisa kukerjakan, dan puji syukur, posisi staf tata usaha adalah profesi baru yang diamanahkan.

Kuliah lagi

Kembali beradaptasi dengan lingkungan kerja baru, lingkungan yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Termasuk masalah gaji, andai dikalkulasikan, gaji pertama staf TU di madrasah itu hanya 10% dari gaji sewaktu di Jakarta. Tapi ini adalah sebuah konsekuensi dari sebuah keputusan, dan yakin, karena ini bermula dari tuah sang ibu, pastilah akan ada keberkahan. Dan iya, keramat seorang ibu itu luar biasa, ia membangunkanku pada mimpi-mimpi lama yang telah lama kukubur, tentang keinginanku untuk menimba ilmu. Umi menyarankanku untuk kembali kuliah, merenda asa yang hampir sirna, dan kali ini ia kembali mendukungku.

Dengan restunya, kuliah empat tahun kulalui dengan sangat lancar. Ajaib, dengan gaji seadanya, kuliahku tak pernah mengalami hambatan dalam pembayaran administrasi, bahkan di tengah tahun perkuliahan, Allah menemukanku dengan Jodoh pilihan, seorang gadis cantik yang kukenal semenjak SMP, ia adalah putri satu-satunya Pak Kiayi di pesantren tempatku dulu nyantri.

Segalanya berjalan dengan lancar, empat tahun yang mengantarkanku pada acara wisuda. Momen yang luar biasa, karena aku diantar oleh dua keluarga, selain orang tua, ada juga guru yang kini menjadi mertua. Dan lebih istimewa, karena wisudaku dihadiri oleh buah hati pertama dari pernikahan kami.

Sarjana

Saat turun dari panggung selepas selebrasi pengesahan sarjana oleh rektorat, Umi menghampiriku dengan derai air matanya yang tak bisa dibendung. Ia memelukku erat sekali, pelukan terlama yang pernah kurasa selama menjadi anaknya, air matanya juga tak berhenti. Kubiarkan saja ia menikmati kebersamaan ini, dan kutemani tangisannya dengan air mata bahagiaku juga. Waktu itu aku sadar, hanya kami yang bisa memahami tangisan ini, tangisan perjuangan, tangisan dari jawaban doa-doa yang tersimpan lama.

Ending

Tuhan tidak pernah telat mengabulkan setiap doa, Ia hanya memberikan waktu yang tepat untuk setiap harapan yang kita gantungkan, seraya menguji seberapa kuat kita menggapai impian.

You are never too old to set another goal or to dream a new dream
-C.S. Lewis

#non-fiksi
#feature

Related Posts

64 komentar

  1. Mirip kang kisahnya, cuma bedanya aku bisa ambil pmdk nya. Namun tak selesai. Kadang memang perlu mundur beberapa langkah untuk melompat lebih jauh. Aku kini lagi lanjutun S2 kang dengan mimpi yang sama dulu...

    BalasHapus
  2. satu hal yang bikin penasaran awalnya karena judul di gform, begitu mampir, ternyata sedih :( betul mas, titah ibu adalah segalanya, ridho nya adalah segalanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaafkan judulnya yang bikin clickbait mbak nimas :)

      Hapus
  3. Maa Syaa Allah... Tetap semangat & keep moving forward

    BalasHapus
  4. Benar iya moto untuk jangan pernah berhenti memgejar mimpi, meski tak terjadi sekarang. Jalani hidup dengan syukur insya Allah ada waktunya terwujud.

    BalasHapus
  5. Mas, keren banget! Setuju banget, segala harap ada waktunya. Selama kita tidak menyerah dan tawakkal. Terima kasih untuk tulisannya.

    BalasHapus
  6. Kisahnya sangat mengena. Benar sekali, Tuhan nggak pernah telat mengabulkan setiap doa. Yang penting kita tetap harus sabar, terus berusaha dan berdoa. Tetap semangat, Mas!

    BalasHapus
  7. Masya Allaaah... Kalau bercerita tentang ibu selalu membawa rasa haruuu....

    BalasHapus
  8. Bagus mas! Tulisan dan kisahnya bagus! Saya jadi haru bacanya.

    -Purnama Indah- (jaga-jaga kalo keluarnya unknown)

    BalasHapus
    Balasan
    1. prediksi mbak indah tepat... keluarnya unknow :)

      Hapus
  9. Ishhh kerennya tulisan kakak, bangun inspirasi 👍👍👍

    BalasHapus
  10. Hiks, I can feel the whole story bro .. Masya Allah ... Perjalanan yang luar biasa menginspirasi . .. Proid of you bro 😢

    BalasHapus
  11. MasyaaAllah kisahnyaaaa mungkin kalo aku di posisi itu udah nyerah kali ye😳

    BalasHapus
  12. Sebuah cerita juang yang luar biasa. Benar-benar terhanyut membaca ini. Penulis merupakan sosok yang tegar menghadapi segala kesukaran. Terimakasih telah mengispirasi kami untuk tidak pernah berhenti menggantungkan mimpi seraya mengabdi pada orang tua, ibu khususnya~

    BalasHapus
  13. Alhamdulillah, berkat doa restu sang ibu

    BalasHapus
  14. Aku mewek baca kisahnya sampai ditanyain temen-temen kantor kenapa tiba-tiba nangis bombay.
    Inspiratif sekali Mas perjalanannya, dan kemasan ceritanya juga keren.

    BalasHapus
  15. Masya Allah kisahnya keren. Terharu om

    BalasHapus
  16. Kalau nyinggung soal ibu, aku suka speechless kang. Dan amat sangat membenarkan bahwa titah ibu yang kita ikuti akan membawa keberkahan.

    BalasHapus
  17. Mbrebes mili bacanya. Selalu berani bermimpi dan berharap, Gusti Allah mboten sare. Ikhtiar terbaik kita pasti akan mendapat ganjaran terindah. Barakallah mas.

    BalasHapus
  18. Merinding bacanya. Soalnya pernah kerja juga di Cikarang sambil kuliah di Bandung, jadi tau banget gimana kerasnya ibu kota apalagi nyambi ambil kelas karyawan. Bener mas, rida ibu adalah rida Allah. Yang bikin jalan kita lurus lancar. Salam buat ibu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. waalaikumsalam. terima kasih kak lintang. semangat pejuang ibu kota :)

      Hapus
  19. Aku gampang terharu, seperti saat ini, ketikamembaca cerita ini

    BalasHapus
  20. Apa memang setiap perjalanan orang kuat/sukses,selalu ada kisah menyedihkan yang pernah ia lalui?
    Masya Allah, tabarokalloh. Membuat aku makin mengerti definisi sabar, dan Allah Maha segalanya

    BalasHapus
  21. Sedih aku dengernya cerita hidup Anda kak. Semoga sekarang segala urusan dipermudah ya

    BalasHapus
  22. Masya Allah, walau jalannya berliku akhirnya sampai di tujuan ya Kak :)

    BalasHapus
  23. usaha yang tidak menghianati hasil...selalu ada kebahagian dalam setiap perjuangan. Kisah yang menginspirasi Kak!

    BalasHapus
  24. Kakak hebat... Semangat, Kak..

    BalasHapus
  25. Menyentuh sekali kakak...sehat-sehat terus ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin, terima kasih kak april. salam untuk keluarga di Qatar

      Hapus
  26. Rencana Allah selalu lebih baik 😊

    BalasHapus
  27. Dan malam ini aku terinspirasi darimu mas. Terima kasih..

    BalasHapus
  28. jadikan novel kak .... masak autobiografi rasanya kok auto menangis ... seperti terbayang-bayang terjadi didepan mata...kueren kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. harus benyak belajar dulu mbak tentang fiksinya :)

      Hapus
  29. inisih keren. pengalaman yang bisa bikin orang-orang yang mau nyerah tuh terbuka sama peluang-peluang di masa depan. yang mana Do'a juga ga kalah penting buat menunjang itu.

    BalasHapus
  30. Aku nangisssss kanggggggggg, nuhun buat ceritanya..salam buat ibu dan juga keluarga ya

    BalasHapus
  31. MasyaAllah ceritanya keren sekali kak, inspiratif, nggak kebayang kalau aku yang diposisi itu. Kakak dengan luar biasanya bisa bertahan

    BalasHapus
  32. Keren banget mas... Kuliahnya bisa lancar gitu dengan gaji kerja segitu. Nenang kalau dekat sama Ibu ya... Semoga Ibu sehat sehat selalu... Lancar terus rezekinya

    BalasHapus

Posting Komentar