Satu syawal
telah tiba, idul fitri yang dinanti-nanti juga telah terasa. Media sosial ramai
dengan ungkapan kesedihan warga net yang ditinggal ramadhan, namun di belakang
diam-diam juga banyak yang menarik napas lega, karena rutinitas ramadhan telah
tiada. Tak perlu lagi menahan lapar dan haus seharian, tak perlu lagi shalat
tarawih di awal malam, dan tak perlu lagi mengeluarkan harta atas nama zakat
fitrah untuk menyucikan jiwa.
Ungkapan dan
amalan setelah idul fitri bisa jadi adalah indikasi tentang wajah asli kita,
idealnya adalah kita merasa sedih ditinggalkan ramadhan dan diikuti dengan
amalan yang tak putus seperti semangatnya kita di bulan ramadhan.
Mudah-mudahan
kita tidak termasuk orang yang bermuka dua, mengaku sedih namun tak ada tindak
lanjut yang nyata, tak ada pembuktian bahwa hati kita lara ditinggal tamu
mulia. Ungkapan kesedihan hanya jadi pemanis semata.
Ibadah ramadhan
adalah ikatan kita dengan sang maha pencipta, hanya Dia yang tahu seberapa kualitas
ibadah dan hati kita terpaut pada-Nya. Ibadah ramadhan bukan masalah ekspresi
yang di umbar, namun konsistensi kita menjalankan semangat beragama.
Semoga ramadhan
tahun depan kita masih diberi umur, untuk terus memperbaiki ibadah dan niat
hati kita, bahwasanya shalat, ibadah, hidup dan mati kita hanya untuk Allah
semata.
Posting Komentar
Posting Komentar