Shock culture
terlihat dari saudara-saudara semuslim di negara tempat mereka tinggal sebagai
minoritas, melihat budaya Indonesia mempersiapkan hari raya Idul fitri. Momen itu
terlihat di salah satu tayangan tentang minoritas muslim Korea selatan yang melihat
persiapan lebaran dengan di Indonesia. Salah satu yang sangat mencolok, yang
tidak mereka alami adalah kebiasan membeli baju baru.
Tak bisa
dipungkiri, budaya silaturahmi yang kental dalam suasana idul fitri pada
umumnya sejurus dengan out fit yang menyertainya. Tak ayal, kenaikan
inflasi tertinggi terjadi pada bulan Ramadhan karena tingginya angka belanja
warga, salah satunya untuk kebutuhan baju-baju baru untuk lebaran.
Namun kejadian
pandemi corona ini sepertinya merubah pandangan sebagian warga -mungkin
sebagian kecil- untuk berpikir ulang tentang urgensi baju baru untuk
mempersiapkan hari raya. Rasa empati pada kondisi bangsa kita, terutama pada
saudara-saudara kita yang terkena dampak secara ekonomi, tumbuh sebagai bentuk
rasa solidaritas. Namun itu hanya masalah pilihan, toh contoh kejadian
di Sukabumi, satu hari menjelang diterapkannya PSBB, pasar dan toko-toko pakaian
kenamaan diserbu warga, menandakan betapa lebaran ini harus tetap istimewa
untuk mereka.
Berburu baju
baru juga bukan berarti tak empati, bisa saja, jika mau dan mampu, bentuk
kepekaan itu di realisasikan dengan membelikan baju baru untuk saudara atau
tetangga yang membutuhkan, atau tak harus baju baru, setidaknya berbagi baju
bekas yang masih sangat layak bisa menjadi alternatif.
Dengan atau
tanpa baju baru, lebaran pastilah menjadi momen special, atau bisa jadi
kata ‘istimewa’ berubah menjadi ‘berbeda’ untuk hari raya tahun ini. Seraya
berharap keberbedaan ini menjadi suatu pelajaran berharga, tentang bagaimana
menumbuhkan rasa peka untuk berempati, melihat sekeliling, membuka mata bahwa
kita mempunyai saudara, baik senasab maupun setetangga.
Jika diposisi
sebagai orang yang terkena dampak finansial dari pandemi corona ini, menerima
dengan ikhlas pastilah menjadi jalan damai yang patut diambil. Menjadikan idul
fitri tetap istimewa di hati walau tanpa tanpa baju baru, akan lebih ideal
untuk membentuk jati diri kita menjadi sesuatu yang baru, yang fitri, yang
kembali manjadi suci.
Wallahu a’lam
Posting Komentar
Posting Komentar