Ibu: Bahagia Membuatmu Menangis

2 komentar

RWC ODOP

Keluarga adalah tempat dinamika kehidupan, karena di sana bukan hanya ada kebahagiaan, tetapi semua akumulasi rasa hidup terepresentasikan di dalamnya. Setiap keluarga mempunyai skenarionya masing-masing, dan yakin, itu adalah skenario terbaik dari Sang Maha pencipta cerita, yang semuanya bermuara pada sosok ibu.

Keluarga Kami

Keluarga kami mempunyai keunikan tersendiri, dimana semua anak-anak umi -begitu kami memanggil ibu- mempunyai nama berawalan sama, yo-. Dimulai dari sang kakak, Yono, Yosi, me as the third one Yonal, dan si bungsu Yogi. Tiga anak laki-laki, dan satu anak perempuan pelengkap kebahagiaan. Namun umi tidak pernah memanggil langsung nama kami, semua anak laki-laki dipanggil ‘ujang’, nama ikonik sebagai kearifan lokal orang sunda, demikian pun anak perempuannya, dipanggil ‘nyai’ menguatkan entitas femininnya.

Tidak menyebut nama seseorang diyakini sebagai bentuk hormat dan rasa sayang, seperti halnya Rasullulah yang memanggil Humairo kepada istrinya Aisyah. Demikian salah satu cara umi menyayangi kami, walaupun kadang menjadi ambigu ketika beliau memanggil nama ‘ujang’, semua anak laki-lakinya menyahut dan menghampiri, karena kadang tak tahu ‘ujang’ yang mana yang dipanggilnya.

Ibu Support Sistem Utama Keluarga

Di antara sekian scene kehidupan yang kami lalui, ada beberapa yang membekas, begitu membekas sehingga selalu dikenang dengan detailnya.

Ketika umi menghadiri acara wisuda, sebagai acara perdana yang beliau hadiri di tempatku mengambil strata satu, ada raut kebahagiaan yang tak bisa di deskripsikan di rona wajah sendunya, namun buncah kebahagiaannya semakin terpancar ketika nama anak ketiganya turun dari podium setelah disahkan rektorat untuk menyandang predikat sarjana. Beliau memeluk erat, mengucap hamdallah, dan memberikan ucapan selamat. Tetiba air matanya terasa mengalir, isaknya terdengar lembut ditelinga, dan itu berlangsung lama sekali. Umi tak melepaskan erat pelukannya, membersamai air matanya yang terus menganak sungai.

Setelah kondisi kembali normal, disela-sela kami menyantap hidangan makan siang selepas seremonial wisuda, seorang sahabat bertanya, ada apakah gerangan yang membuat umi begitu lama menikmati tangisan kebahagiaannya dalam pelukan ibu anak?.

Sulit di narasikan, karena hanya kami berdua yang mengerti. Menjalani fase masa kuliah, bukan hanya tentang empat tahun berkutat dengan idealisme, mewujudkan cita-cita. Tapi perjuangan berliku untuk menggapainya yang dilalui dengan penuh dinamika. Umi yang selalu menjadi support system terbaik selalu menjadi garda terdepan mengantarkan mimpi-mimpi anaknya, disisi lain, I declared to my own self dari awal masuk perguruan tinggi, tidak akan membebani beliau dari segi finansial untuk kuliah, sepeser pun.

Penutup

Akhirnya, tak bisa dipungkiri, keluarga adalah muara segalanya. Tempat kita berkompromi dengan segala ego. Ayah yang mencintai dalam diamnya, pergulatan dalam relasi kakak beradik, dan ibu yang menjadi penengah dari segala dinamika yang ada.
Dan kini kami meregenerasi diri, membentuk keluarga baru, belajar dari keteladanan sakinahmu menyusun puzle kehidupan. Dari keluarga, untuk keluarga.

Related Posts

2 komentar

  1. Wah, ternyata dari keluarga Y ni yeee...

    BalasHapus
  2. haha.. harus kompak, aku saja yang seharusnya ronal jadi yonal... :)

    BalasHapus

Posting Komentar