Inspirasi dari Asep Hidayat Mustopa, Pendiri Desa Wisata Hanjeli di Waluran Sukabumi

18 komentar
Asep Hidayat Mustopa

Kabupaten Sukabumi sebagai Kabupaten terluas kedua di pulau Jawa setelah Kabupaten Banyuwangi di Provinsi Jawa Timur tentunya memiliki banyak tantangan dalam perkembangannya. Tak hanya masalah sumber daya manusia, sumber daya alam pun termasuk yang menjadi perhatian karena berbanding lurus dengan terus bertambahnya penduduk di area yang pernah dijuluki Kota Priangan dari Barat pada masa penjajahan ini.

Tentang sumber daya manusia di Sukabumi, kini banyak masyarakat yang memilih untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi menyebutkan bahwa setiap tahunnya selalu terjadi kenaikan jumlah masyarakat yang berminat untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Dengan banyaknya masyarakat usia produktif yang meninggalkan Sukabumi tentunya menjadi keprihatinan tersendiri. Bagaimana kabupaten ini akan terus berkembang jika banyak masyarakat usia produktifnya meninggalkan tanah kelahiran mereka.

Hal yang juga butuh perhatian khusus adalah tentang sumber daya alam di Kabupaten yang diapit oleh Cianjur dan Bogor ini, khususnya dalam hal ketersediaan pangan untuk konsumsi masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sukabumi bahwa jumlah penduduk di Kabupaten ini yaitu 2.571.890 pada tahun 2019, tentunya berbanding lurus dengan kebutuhan pangan masyarakatnya yang mana akan menjadikan ancaman dengan ketersediaan beras sebagai makanan pokok masyarakat jika tidak dicarikan alternatif pangan penggantinya.

Melihat fenomena kompleks yang terjadi di Kabupaten Sukabumi ini menggugah hati seorang warganya yang tinggal di Kabupaten Sukabumi Selatan. Ia adalah Asep Hidayat Mustopa, sosok yang telah mendirikan Kelompok Wanita Tani atau KWT di daerahnya untuk meminimalisasi berbondong-bondongnya mereka mencari peruntungan ke luar negeri dan juga mengenalkan tanaman Hanjeli sebagai pengganti beras sebagai makanan pokok alternatif yang mempunyai nilai gizi yang tinggi.

Berkenalan Lebih Dalam dengan Asep Hidayat Mustopa

Waluran Sukabumi

Asep Hidayat Mustopa adalah sosok yang mempunyai kepedulian dengan lingkungan sekitarnya setelah ia pulang dari Arab Saudi. Pada awalnya ia adalah seorang Pekerja Migran Indonesia atau PMI yang mengadu nasib di tanah Arab. 

Sosok yang dikenal dengan sebutan Abah Asep di daerahnya ini bekerja di Arab Saudi pada tahun 2007 di perusahaan Maktabah El-Manar Kota Zulfi. Perusahaan ini adalah salah satu galeri kaligrafi atau Seni untuk kebutuhan tulisan dan atau pesanan masyarakat di Arab. Ia bekerja selama 2 tahun sesuai kontrak dan kembali ke Indonesia pada tahun 2009.

Sepulangnya ke Indonesia, sosok Asep Hidayat Mustofa yang tinggal di daerah Waluran, Kabupaten Sukabumi ini menyadari bahwa banyak masyarakat di sekitarnya, khususnya perempuan yang ternyata juga bekerja ke luar negeri. Banyaknya tetangga yang merantau sampai ke luar negeri membuat Abah Asep berpikir keras bagaimana cara memberdayakan tetangga-tetangga di sekitarnya tanpa harus meninggalkan tanah kelahirannya.

Tak hanya masalah banyaknya tetangga yang bekerja ke luar negeri, Abah Asep juga memikirkan tentang pangan sebagai salah satu kebutuhan utama masyarakat. Ia memikirkan alternatif tanaman apa yang bisa menggantikan beras sebagai makanan pokok. Hal ini terkait dengan kebutuhan beras yang terus meningkat di masyarakat karena perbandingan lurus dengan pertumbuhan masyarakat yang terus meningkat sehingga ia memandang perlu untuk mengenalkan bahan makanan lain yang juga dapat dikonsumsi sebagai makanan pokok.

Dari dua masalah yang menjadi konsentrasinya, Abah Asep kemudian mendirikan Kelompok Wanita Tani dan juga mengenalkan tanaman Hanjeli atau Jali sebagai bahan makanan alternatif yang mempunyai nilai gizi yang tinggi. Kedua masalah ini memang bertalian sehingga solusinya pun tidak terpisahkan.

Mendirikan Kelompok Wanita Tani (KWT)

Kepedulian Asep Hidayat Mustopa terhadap sesama ia buktikan dengan tindakan nyata mendirikan Kelompok Wanita Tani atau KWT. Pendirian KWT ini sebagai langkah awal agar masyarakat di sekitarnya berdaya tanpa harus meninggalkan tanah kelahirannya.

Selain untuk mengurangi jumlah penduduk yang emigrasi, Abah Asep juga ingin memberdayakan para mantan pekerja migran yang didominasi oleh perempuan di Waluran, Kabupaten Sukabumi ini yang banyak tidak mempunyai kegiatan setelah pulang ke daerahnya.

Setelah terbentuknya Kelompok Tani Wanita, Abah Asep kemudian berfokus pada jenis tanaman apa yang akan ia kelola bersama KWT binaannya. Ia memutuskan untuk memilih Hanjeli sebagai pangan yang akan dibudidayakan oleh KWT. Keputusan ini tentu saja dengan pertimbangan yang matang, salah satunya melihat potensi Hanjeli yang mempunyai nilai gizi yang tinggi sebagai bahan pangan dan juga potensi lainnya yaitu dapat dijadikan bahan pembuat aksesoris seperti gelang atau kalung.

Perlahan tapi pasti, usaha Abah Asep dan Kelompok Wanita Tani yang ia beri nama Mekar Mandiri dalam mengenalkan kembali tanaman Hanjeli mulai memperlihatkan hasil nyata. Hanjeli yang mempunyai nama latin Coix lacryma-jobi L yang awalnya dianggap sebagai tanaman gulma kini mulai dilirik oleh masyarakat dan dijadikan bahan pangan alternatif untuk banyak jenis makanan seperti bubur, rengginang, dan makanan-makanan lainnya.

Mendirikan Desa Wisata Hanjeli

Desa wisata Hanjeli Sukabumi

Kesuksesan Abah Asep dengan KWT Mekar Mandiri dalam memperkenalkan kembali tanaman Hanjeli pada masyarakat di sekitar Waluran tak membuat mereka berpuas diri. Mereka melangkah lebih maju untuk juga memperkenalkan Hanjeli pada masyarakat lebih luas lagi. Atas dasar tersebut, akhirnya terbentuklah Desa Wisata Hanjeli sebagai media untuk mempromosikan Hanjeli pada dunia.

Desa Wisata Hanjeli atau juga dikenal dengan nama Hanjeli Abah terletak di Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi. Keberadaan desa wisata ini pada akhirnya menjadi media yang efektif dalam mengenalkan Hanjeli.

Tidak hanya masyarakat umum yang berkunjung ke Desa Wisata Hanjeli ini, tapi banyak juga pihak akademisi dalam dan luar negeri yang tertarik dengan tanaman ini. Salah satu kunjungan dari para peneliti adalah kunjungan pada tahun 2022 dari tim Universitas Padjajaran bersama belasan mahasiswa dari luar negeri yang sedang melaksanakan hybrid summer program di Fakultas Teknik Geologi Unpad.

Menerima Banyak Penghargaan

Atas dedikasinya dalam memberdayakan masyarakat di sekitarnya dan juga memberikan dampak yang luar biasa secara lebih luas lagi, Abah Asep banyak menerima apresiasi dan penghargaan baik dari pemerintah maupun pihak swasta.

Penghargaan untuk Asep Hidayat Mustofa

Beberapa penghargaan yang ia terima antara lain:

  1. Penghargaan Kalpataru 2023 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kategori perintis lingkungan
  2. Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) tahun 2022
  3. Satu Indonesia Award (SIA) tahun 2021 tingkat provinsi bidang kewirausahaan

Untuk penghargaan Satu Indonesia Awards atau yang dikenal dengan SIA ini merupakan penghargaan yang diberikan oleh Astra Indonesia kepada dalam rangka mengapresiasi sosok-sosok yang telah memberikan kontribusi pada sekitarnya dalam berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan, teknologi, dan atau bidang kewirausahaan seperti yang menjadi konsentrasi Asep Hidayat Mustopa dalam memberdayakan masyarakat Waluran, Kabupaten Sukabumi.

Belajar Dari Kehidupan Asep Hidayat Mustopa

Kepedulian Asep Hidayat Mustopa kepada masyarakat yang tinggal di sekitarnya tak hanya sampai dalam bentuk ucapan belaka tetapi ia realisasikan dalam tindakan nyata untuk mengajak masyarakat agar dapat berdaya. Walaupun dimulai dengan langkah kecil di sebuah desa, ia tetap maju dengan langkah pasti.

Setiap kita mempunyai potensi yang luar biasa dan bisa memberikan dampak yang luar biasa. Langkah-langkah Abah Asep yang sangat menginspirasi sejatinya bisa menjadi pelajaran bahwa tak ada yang mustahil jika kita mempunyai keyakinan dan ikhtiar yang maksimal.

Beberapa tips dari sosok Asep Hidayat Mustofa untuk dapat mengembangkan diri dan juga memberdayakan masyarakat di sekitar kita

Rumusnya sangat sederhana yaitu upgrade skill / openmind, berjejaring, konsisten dan adaptif

Mari bergerak untuk negeri kita karena pada dasarnya #KitaSATUIndonesia yang harus bersatu padu demi Indonesia yang lebih baik di segala bidang. #SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia dengan apa pun potensi dan kemampuan yang bisa kita sumbangkan untuk kejayaan negeri kita.

Referensi:
https://anugerahpewartaastra.satu-indonesia.com/2023/assets/download/Data_Penerima_SIA_Provinsi_2017-2021.pdf
https://kanalkomunikasi.pskl.menlhk.go.id/sosok-asep-hidayat-mustopa-mantan-tki-penerima-kalpataru-dari-sukabumi-berkat-desa-wisata-hanjeli/
https://mediaindonesia.com/weekend/335065/asep-hidayat-mustopa-menghidupkan-kembali-jali
https://sukabumikab.bps.go.id/indicator/12/84/1/jumlah-penduduk-hasil-registrasi-menurut-kecamatan.html
https://www.kompas.id/baca/bebas-akses/2022/08/26/tangguhnya-perempuan-hanjeli-dari-jabar-selatan

Related Posts

18 komentar

  1. Aku jadi penasaran mas rasanya hanjeli ini kayak apa. Jadi sebagai pengganti beras yaa, yg berarti Karbo juga dong yaaa.

    Aku sendiri ga selalu makan nasi, Krn memang dr dulu lebih suka roti atau kentng. Nasi ttp ada, tp ga keharusan. Anak2 untungnya juga sama, jadi beras di rumah biasanya lamaa baru abis 😄.

    Baguus sih kalo negara kita mulai membiasakan bentuk Karbo lain selain nasi. Biar di saat beras sedang susah dan mahal kayak skr, at least kita bisa coba sumber Karbo yg lain.

    Ntr aku mau Googling deh bentuk hanjeli kalo sudah diolah

    BalasHapus
  2. Saya penasaran sama hanjeli nya. Di sini udah banyak jenis serealia, kacang polong, dan biji-bijian dijual di supermarket. Hanjeli ini mirip bentuknya sama salah satunya. Sayangnya, saya sendiri masih belum berani buat coba jenis karbo lain selain nasi heu

    Saya salut dengan kegigihan Abah Asep yang membuat gebrakan menanam selain beras dan mempopulerkannya sebagai pengganti beras.

    BalasHapus
  3. Wow keren banget ya...saya tahu hanjeli karena sering beli roti berbahan hanjeli...rasanya memang enak tapi kalau murni dari hanjeli rasanya jadi lebih mahal...masih belum coba beras hanjeli nya

    BalasHapus
  4. baru tahu Hanjeli. Penasaran sama wujud nyatanya. Cerita Asep Hidayat ini salah satu bukti nyata ya. Berawal dari keresahan dan keprihatinannya akan lingkugnan sekitar. hatinya tergerak buat melakukan aksi nyata. memberdayakan orang di sekitarnya .... inspiring

    BalasHapus
  5. Wah keren banget ya Abah Asep Hidayat ini yang belajar dari pengalamannya bekerja di luar negeri justru membawa angin segar bagi masyarakat dengan membentuk kelompok tani wanita. Baru tahu hanjeli ini, apakah sama aja rasanya kaya nasi kalau udah jadi rengginang?

    BalasHapus
  6. penasaran dengan yang namanya hanjeli, pak Asep juga sangat menginspirasi

    BalasHapus
  7. Jujurly penasaran dengan wujud hanjeli yang sudah dimasak dan rasanya seperti apa
    keren inovasinya abah, bisa menemukan alternatif pangan lain selain beras, bisa jadi macam-macam ya ternyata, ada rengginang favoritku nih

    BalasHapus
  8. Sukabumi itu Priangan Barat, ya, salam dari Garut si Priangan Timur. Saya baru tahu ada tanaman Hanjeli. Pas awal lihat foto di awal, saya pikir itu padi seperti pada umumnya. Setelah dilihat lagi, agak beda bentuknya. Namun, sepertinya sama-sama karbohidrat.

    BalasHapus
  9. Aku masih kecil sering banget mainin buah hanjeli ini. Emang sering ku bikin gelang atau kalung gitu. Nah setau aku yang muda emang boleh dimakan. Masih kecil aku pernah nyobain, tapi itu murni karena kenakalan anak kecil, buka karena tahu bisa dimakan hehe. Rupanya itu emang bisa jadi bahan pangan alternatif ya? Hebat nih Abah Asep.

    BalasHapus
  10. Wih sesama orang sukabumi seperti Pak yo nih. Lihat buah hanjeli itu jd inget zaman SD bikin kreasi aksesoris, cuma aku lupa kalau di daerahku namanya apa ya

    BalasHapus
  11. Hanjeli ini jali-jali bukan ya.. klo disini dibuat bubur asyura rasa manis gitu enak itu tapi selama di indo malah belum pernah makan jali-jali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak. Nama lain dari hanjeli itu Jali-jali. di Turki ada ga tuh?

      Hapus
  12. harusnya pemerintah mensupport dalam hal peningkatan pemasukan dari mulai desa, agar tidak perputaran ekonomi itu bisa merata dari yang paling bawah, bukan bantuan2 gk jelas

    BalasHapus
  13. Waah keren banget ya Abah Asep, pulang dari Arab bisa kepikiran untuk memberdayakan perempuan gitu. Semoga makin banyak perempuan yang berdaya dan gak harus pergi ke luar negeri untuk bekerja.

    BalasHapus
  14. Pas baca judulnya aku tuh jujurly langsung inget anjeli di film kuch kuch hotahai wkwk. Ternyata jauh banget yak, Hanjeli ternyata nama tanaman, duh jadi malu hehehe... Yah terlepas dari itu semua, kagum sama sosok Abah Asep ini. Inspiratif, nggak nyangka dari tanaman yang dikira gulma ternyata banyak manfaatnya. Dan bisa menggaet masyarakat sekitar juga menjadi lebih berdaya. Semoga sukses selalu Abah Asep dan KWT...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya Allah... koq bisa dari hanjeli ke Anjeli Kuch kuch hota hai...... out of the box memang pemikiran Teh Alfia mah.. hehehe

      Hapus
  15. Wah, kalau dipikir awam kan enak ya kerja di luar negeri dengan sebegitu besarnya penghasilan. Tapi out of the box nih si abah asep. Lebih memilih balik lagi ke daerah untuk membangun daerahnya, terutama dengan keresahan-keresahan beliau tentang tenaga kerja yang ke luar negeri dan mengenai penyediaan pangan. Layak bgt deh diapresiasi memang :)

    BalasHapus
  16. daerah tempat kelahiran saya juga seperti itu, banyak yang memilih bekerja di luar negeri, mirisnya lagi saat lahiran ada seorang nenek yang menyayangkan cucunya laki-laki, karena jika perempuan bisa dikirim menjadi TKW

    sosok abah Asep ini sangat diperlukan di daerah-daerah sperti ini, semoga lebih banyak sosok seperti abah Asep yang mau memperhatikan lingkungan untuk berkembang lebih baik

    BalasHapus

Posting Komentar