Akhir-akhir ini film pendek ‘Tilik’ menjadi sangat trending dibicarakan di berbagai platform media sosial. Yang paling kentara adalah seringnya pemeran Bu Tedjo (Siti Fauziah) wara wiri di acara talk show televisi swata nasional. Film yang mengambil latar Yogyakarta ini memang sangat menarik perhatian, Wahyu Agung Prasetyo sang sutradara mengemas dengan apik film yang sangat kental dengan kearifan lokal Jawa ini.
Beberapa ada juga yang merasa bahwa budaya tilik ini tidak baik,
bergerombol datang ke rumah sakit, selain mengganggu hak pasien untuk
beristirahat, juga mengganggu pasien lain. Demikian selalu ada pro dan kontra
di setiap kebiasaan yang ada di masyarakat, kita tinggal belajar mengambil yang
baik, dan mem-filter mana yang
sebaiknya kita hindari.
Berbeda dengan tilik, nun jauh di belahan Eropa sana –tepatnya di Inggris-,
David Firth menyutradarai sebuah film dark
animation berjudul Cream yang menceritakan tentang Dr. Bellifer, seorang
ilmuan jenius yang telah menemukan sebuah produk baru yang revolusioner setelah
penelitian yang lama, yaitu sebuah krim yang dapat mengobati dan menyelesaikan
segala masalah yang ada di dunia.
David firth yang seorang penulis, pemusik, animator, aktor, juga dikenal
sebagai sutradara yang membuat film-film untuk mengkritisi fenomena yang ada di
masyarakat. Tidak hanya ‘cream’, film absurdist
humour lainnya yang juga ia produksi adalah Salad Fingers, Spoilsbury Boy, dan The Unfixable Thought Machine
dapat kita nikmati di saluran you tube miliknya.
Banyak moral value yang dapat
kita ambil baik dari Tilik maupun dari Cream. Salah satu dari sekian nilai
sosial yang dapat kita pelajari adalah tentang gambaran masyarakat yang reaktif
terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat. Dalam tilik kita melihat bagaimana
respon ibu-ibu pada umumnya menanggapi sebuah informasi yang beredar di
masyarakat, mereka sangat antusias dengan berita yang beredar tanpa peduli
dengan kebenaran isi dari berita tersebut.
Film cream juga menggambarkan masyarakat yang sangat menggebu-gebu dengan
adanya produk baru yang diklaim dapat mengatasi segala permasalahan yang ada di
sekitar kita. Tanpa mempedulikan efek samping yang diakibatkan dari produk
tersebut, masyarakat dibutakan dengan kehebatan krim multi fungsi itu.
Pada akhirnya, dari dua film itu dapat kita tarik benang merah, bahwa sikap
reaktif pada akhirnya dapat memberikan ending
yang tak selalu indah. Pada tilik, walaupun Bu Tedjo memberikan data valid dari
media sosial tentang informasi yang ia sebarkan, di ujung cerita kita tahu
bahwa info tersebut meleset dari kebenaran. Demikianpun dalam film cream, kita
dapat melihat ujung cerita yang chaos
akibat dari penggunaan krim yang membabi buta.
Dari kedua film ini kita bisa belajar bahwa seyogianya sikap aktif –bukan reaktif-
harus kita miliki dalam menyikapi setiap fenomena yang ada di sekitar
masyarakat. Cek dan ricek atau tabayun dalam istilah agama sangat kita butuhkan
ditengah masyarakat kita yang sangat mudah terprovokasi.
Sulit di pungkiri bahwa masyarakat kita memang sangat mudah tersulut emosi,
hal ini diamini oleh Prof. Amin Abdullah, Guru Besar sekaligus rektor UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Dalam acara Stadium General di Universitas Airlangga,
Prof. Amin menegaskan bahwa kita butuh
metode dan pendekatan yang tepat. Bukan materi, tapi butuh pendekatan.
Dijadikan sebagai alat berpikir sosial keagamaan sehingga masyarakat tidak
mudah terprovokasi.
Tilik dan Cream telah membuktikan pendekatan yang baik dalam menyampaikan
pesan, walaupun pesan tersebut harus kita telaah dari berbagai sudut pandang,
sehingga kita sampai pada kesimpulan yang positif dari keduanya.
Ulasannya lengkaaaap kak... Tulisannya juga baguusss... Cara menyampaikan ulasannya mudah difahami..
BalasHapusterima kasih kak, masih belajar nih buat review film
HapusDua film ini menggambarkan betapa mudahnya menggiring opini publik.
BalasHapusyup, definitelly agree :)
HapusSelamat ya kak:) sudah memenuhi kewajiban tugas wajib ODOP ke-2 hehe.
BalasHapusSukses selalu kak
terima kasih, mudah-mudahan tidak ada yang tereliminasi di minggu kedua ini
HapusTulisannya Bagus dan terkesan beda dari yang lain
BalasHapusterima kasih kak Aini, masih belajar juga saya buat review
Hapussaya setuju sih kak, apalagi di film Tilik, tergantung kita punya PoV di sisi yang pro atau yang kontra 😁
BalasHapusya setuju, mari kita ambil sisi baik nya
HapusMantab reviewnya, sangat informatif
BalasHapusterima kasih mbak Sofia
HapusSangat informatif, suka reviewnyaaa✨
BalasHapusYup, sepakat Mas. Kecenderungan masyarakat saat ini terlalu reaktif dalam menyikapi informasi yang beredar.
BalasHapusUlasan filmnya luas, menambah wawasan. Terima kasih Kak!
BalasHapussaluuut dah pokonya
BalasHapusReviewnya keren mas. Aku sukaaa
BalasHapusterima kasih kak lik
Hapusbapak ini penuh kejutan memang, keren review nya
BalasHapusah nu leres ieu teh bu haji... :)
HapusKeren banget review nya. Sarat informasi. Makasih
BalasHapusterima kasih kembali kak nisa
HapusManteps kak, ulasannya sangat membatu hati ini yang sedang gundah gulana, uhuy .. . 😁
BalasHapusterima kasih. hmm... ada apakah gerangan dengan hati yang gundah gulana?
Hapussuka sama reviewnya kak,
BalasHapuskarena melihat dari sisi yang berbeda
terima kasih mbak Reni
Hapusini cara nulisnya yang saya suka sih. bisa jadi reverensi kalau misalnya kedepan mau nulis deskripsi berbentuk cerita. mantap kak
BalasHapusterima kasih bang nando :)
Hapus